Menulis karya sastra merupakan salah satu materi pokok dalam pelajaran Bahasa Indonesia di setiap sekolah, tak terkecuali di Sekolah Luar Biasa. Oleh karena itulah, para guru yang mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia sudah semestinya memahami dan menguasai ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam penulisan karya sastra baik itu cerpen, novel, derama, maupun puisi. Adanya pelajaran sastra di sekolah tentu bukan sesuatu yang main-main, tetapi memiliki kepentingan yang sangat mendasar bagi kehidupan setiap orang. Yakni untuk membentuk kepribadian, mempertajam kepekaan terhadap lingkungan, menanamkan sikap estetika, serta dapat direalisasikan sebagai masukan dan kontrol terhadap kehidupan sosial. Jadi karya sastra merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dijadikan bahan pembelajaran di sekolah.
Seorang guru bahasa dan sastra Indonesia paling tidak harus menguasai unsur-unsur pokok yang terdapat dalam karya sastra, sehingga ia mampu memberi pelajaran tentang menulis sastra kepada anak didiknya. Atas dasar pertimbangan itulah kiranya sangat tepat Kelompok Kerja Guru Pendidikan Luar Biasa di lingkungan Gugus 27 SLB Kabupaten Ciamis, memasukkan materi Menulis Karya Sastra sebagai salah satu bahasan dalam program kegiatan diskusinya.
Dalam kenyataan sehari-hari disinyalir bahwa nilai-nilai luhur dalam sisem budaya seperti ketertiban, tanggung jawab, pengendalian diri, kebersamaan, keimanan, dan lain-lainnya yang seyogyanya berporos dalam pendidikan di sekolah, di rumah dan di masyarakat, kemudian diteladankan oleh pendidik, orang tua, dan pemuka masyarakat serta dibaca dalam karya-karya sastra, ternyata belum berlangsung sepenuhnya seperti yang diharapkan bersama. Padahal kita ketahui bahwa karya-karya sastra merupakan sari dari pengalaman batin bangsa, suka-dudkanya, pencapaian dan kegagalannya, keberanian dan ketakutannya, kegagahan dan kebopengannya, kejujuran dan kekhianatannya, serta catatan setia perjalana sejarahnya. Semua itu ditemukan dalam bentuk yang estetik, indah, menyentuh perasaan dan memberikan kearifan hidup bagi pembacanya.
Apabila kekayaan sastra tersebut, yang berbentuk puisi, cerpen, novel dan drama dibaca, dihayati dan didalami, maka berlangsunglah penghalusan budi, pengayaan pengalaman dan perluasan wawasan terhadap kehidupan. Pembaca sastra ini menjadi toleran terhadap masyarakatnya, bersimpati pada manusia dan makhluk serta alam sekitarnya. Dia menjadi arif dan cinta pada kehidupan, berempati pada penderitaan manusia dan sangat sensitif serta mudah diajak untuk beramal saleh pada masyarakat. Dia akan benci pada setiap kekerasan, tidak akan sudi ikut serta dalam tindakan aniaya, bahkan menentang dan memberantasnya.
Pengembangan budaya baca buku dapat dimulai dari buku sastra, kemudian dilanjutkan ke buku-buku lain seperti biografi, sejarah, ilmu sosial dan eksakta. Kecintaan membaca memang harus start dari sastra, kemudian ditularkan kepada disiplin lainnya. Membaca dan menulis seperti saudara kembar yang tak terpisahkan, berjalan bersamaan. Anak-anak didik itu kita bimbing membaca dan kita bimbing pula mengarang, bahkan seharusnya dalam porsi yang besar di dalam kurikulum sekolah bila ita ingin mereka kelak ketika dewasa jadi manusia cendekia.
Satu hal yang boleh kita renungkan kembali bahwa sudah lama terjadi prioritas dan gengsi berkelebihan pada kelas eksakta dan ilmu sosial, serta mengucilkan kelas bahasa dan sastra. Sebagai akibatnya dapat kita amati bahwa budaya baca bangsa kita termasuk paling rabun di dunia dan budaya menulisnya pun lumpuh pula.
Tujuan dari diskusi ini diantaranya adalah untuk menumbuhkan kesenangan dan kegemaran berapresiasi sastra, menulis dan membaca bagi para pendidik. Rasa senang dan suka memasuki puisi, cerpen, novel dan drama akan mempertinggi kegemaran yang semoga malah jadi kecanduan dalam arti positif dan dinamis, sehingga di luar tugas mengajar pun para guru akan memperkaya batin dengan membaca lebih banyak karya sastra, menonton drama, mengikuti diskusi sastra dan sebagainya dalam mengisi waktu senggangnya. Dalam jangka panjang kesenangan dan kegemaran ini mudah-mudahan diteruskan pada siswa-siswa di kelas, sehingga apresiasi sastra dan budaya baca mereka meningkat, serta kemampuan menulisnya berkembang.
Tidak ada komentar: